.

.

Jumat, 09 September 2016

Aceh, GAM, Perjanjian Helsinki, KKR dan Melankolia

Melankolia Perjanjian Helsinki

Malam jum’at di sudut Kota Yogyakarta, bercengkerama dengan beberapa mahasiswa daerah se-nusantara dengan tema yang tak tahu arah tujuan utamanya. Banyak persoalan menarik yang dibahas pada malam itu, diantaranya: Sosial-budaya, politik keamanan, hukum, ekonomi dan lain-lain. Diskusi berjalan sesuai dengan arahan pembicaranya (baca: mahasiswa), beberapa diantara mereka memang memiliki latar belakang keilmuan yang berkaitan dengan tema-tema yang dibahas. Yang paling ‘panas’ jelas, tema  “Aceh, GAM dan Perjanjian Helsinki” yang dibahas dengan kreatifitas tanpa batas bersama kopi hitam pahit yang panas. Aku pun tidak bisa tidur karena kepala terus berontak, seperti ada yang mendesak untuk segera ditumpahkan menjadi sebuah tulisan, saat ini juga.

Sebelum masuk pada pembahasan ‘kebercengkeramaan’ semalam, permasalahan asrama yang dihadapi oleh kawan-kawan Aceh menjadi ‘Appetizer’ atau pembuka dialog kami malam itu. Adanya gugatan yang dilayangkan oleh seseorang membuat beberapa mahasiswa Aceh menjadi pusing tak tertahankan, mengapa bisa terjadi? Karena asrama sebagai tempat tinggal mereka, terancam dipindahtangankan kepada orang yang ‘merasa’ memiliki wewenang atas bangunan tersebut. Terluka dihati.

Kembali kepada pembahasan tema utama malam itu, seorang kawan kami dari mahasiswa Aceh begitu membara penuh semangat yang menyala-nyala tatkala menyampaikan isi ‘lubuk hati paling dalam’ mengenai drama penuh derita peristiwa Aceh di Barat nusantara sana. GAM, Aceh, tanah merdeka, (Presiden Finlandia) Martti Ahtisaari, Perjanjian Helsinki, tsunami dan KKR (Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi) menjadi  bumbu-bumbu sedap yang begitu nikmat sekali bagi siapapun yang membahas dan mendengar pada malam itu. Saya sendiri sebagai mahasiswa Hubungan Internasional sangat menikmati, meski ‘jujur’ banyak yang belum terlalu saya ketahui berkenaan dengan hal tersebut. Apalagi soal KKR, salah satu poin dalam perjanjian Helsinki yang begitu membuat leherku sedikit ‘gatal’.

KKR atau Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi merupakan salah satu poin yang termaktub dalam perjanjian Helsinki tersebut. Tugas, pokok dan fungsi dari KKR sebagai pengadilan Hak Asasi Manusia bagi masyarakat sipil di provinsi yang katanya, abang sebut saja Romy – dari Aceh – itu, bukan lagi provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sempat terkejut mendengarnya, dan juga sedikit kecewa padahal kalau diucap kesannya lebih menarik ketimbang Aceh tok’. Akan tetapi, isi perjanjian yang begitu penting sebenarnya bagi masyarakat sipil Aceh ini, hingga sekarang pun belum juga berhasil terbentuk. Alhasil, bang Romy terlihat begitu ‘sedikit’ tertekan tatkala menyampaikan ketidakadilan yang terjadi disana, ketika beberapa sanak keluarganya hilang tak diketahui dimana keberadaannya.

Melankolia perjanjian Helsinki, keheningan dalam ketidaktahuanmu. Teman.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar