Politik
Global Amerika Serikat, sebagai bahan pendalaman materi Politik Luar Negeri/
Politik Global Amerika Serikat dan Dunia Islam, silakan untuk membuka link di
bawah ini:
1. Landskap Politik Luar Negeri Amerika Serikat terhadap Kuwait Studi Kasus: Perang Teluk II (Irak-Kuwait) oleh Putri Adhira
Peran Amerika
Serikat terhadap Kontrol Proliferasi Nuklir di Iran
Pandi
Ahmat - 20130510262
Disusun
dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Global AS
Dosen
Pengampu: Prof. Dr. Bambang Cipto, MA.
Universitas
Muhammadiyah Yogyakarta
Pada tahun 1945 dunia diguncang
dahsyat oleh destruktif maha dahsyat dari bom atom
yang meluluhlantahkan dua kota besar di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki. Agresi
militer yang dilancarkan oleh Amerika Serikat tersebut kemudian menghasilkan
terror yang teramat sangat menakutkan terhadap persenjataan nuklir sebab
manifestasi kerusakan dan kehancuran yang dihasilkan oleh bom atom tersebut.
Alhasil, kebebasan untuk kepemilikan senjata nuklir pun tidak diindahkan lagi
demi menjaga perdamaian umat manusia.
Hari bersejarah bagi proliferasi
persenjataan nuklir terjadi pada hari Senin, 1 Juli 1968 di
New York, Amerika Serikat, Non-Proliferation
Treaty (NPT). NPT merupakan perjanjian yang mengikat secara hukum
internasional terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi
perjanjian multilateral tersebut dan bertujuan mencegah penyebaran senjata
nuklir, mendorong penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai dan pelucutan secara
umum dan menyeluruh. (Djafar, 1996)
Inti ataupun prinsip utama
dari Non-Proliferation Treaty (NPT) ini
adalah mencegah adanya penyebaran senjata nuklir, mendorong penggunaan nuklir
yang berorientasi ke arah perdamaian dan serta perlucutan senjata secara umum
dan menyeluruh. Ada delapan negara yang telah berhasil melakukan uji coba
senjata nuklir, lima diantaranya dianggap dan diakui secara resmi sebagai
"negara yang boleh memiliki senjata nuklir" atau NWS( Nuclear Weapon State) mereka adalah AS, Rusia, China, Inggris
dan Prancis. (UMY)
Kawasan Timur Tengah secara faktual
merupakan salah satu basis konfliktual dunia yang rentan akan pertempuran.
Iran meski telah lama membangun teknologi nuklir kemudian dirasa menimbulkan
ancaman yang membahayakan bagi eksistensi Negara-negara yang berada di kawasan.
Israel sebagai sahabat yang memiliki kedekatan emosional dengan Amerika Serikat
juga ikut terancam eksistensinya. Amerika Serikat kemudian menggunakan peran
serta pengaruhnya dalam konstelasi politik internasional melalui PBB guna
mengeluarkan berbagai sanksi terhadap Iran atas isu pengembangan senjata
nuklirnya. Iran pun menyatakan bahwa nuklir yang dikembangkan hanya demi
kepentingan sipil semata, kontroversi nuklir Iran akhirnya menjadi perhatian
bersama dunia internasional.
Tulisan ini akan membahas tentang
hubungan Amerika Serikat dalam kontrol proliferasi nuklir
yang ada di Iran. Dengan landasan pertanyaan “Apa yang menjadi penyebab dari
kontroversi nuklir Iran?” dan “Bagaimana peran AS dalam menangani isu
proliferasi nuklir di Iran?”.
Gebrakan Nuklir Iran dan
Kontroversi yang Hebohkan Barat
Isu proliferasi senjata nuklir
merupakan salah satu dari isu yang sangat menonjol dalam globalisasi politik
dunia. Pakar Hubungan Internasional Robert Jarvis di dalam buku TheoryTalk mengatakan bahwa isu
proliferasi nuklir jika dipandang dari sudut pandang banyaknya proliferator
potensial maka di berbagai belahan dunia, Negara-negara menginginkan senjata
nuklir jika tetangga mereka memilikinya, tetapi mereka bersedia untuk mengikuti
ketentuan di dalam Traktat NPT - Non-Proliferation Treaty - itu jika mereka mendapat
jaminan bahwa Negara tetangga mereka itu juga melakukan hal yang sama, analogi Prisonners Dillema. (Schouten, 2012)
sumber: https://www.youtube.com/watch?v=g50OL_a3ZfA
Proliferator Potensial-nya
Robert Jarvis pun menjadi kenyataan ketika 22 negara lain atau organisasi-organisasi
militansi nonpemerintah di dunia diperkirakan melakukan pengembangan senjatu
Nuklir termasuk didalamnya Iran, Korea Utara dan Negara-negara lainnya
bergabung menjadi anggota-anggota the
nuclear club bersama dengan ke-8 negara yang terlebih dahulu memiliki serta
mengembangkan senjata Nuklir - AS, China, Rusia, Inggris, Prancis, Pakistan,
India dan Israel -. Secara de facto maupun
de jure ke 22 ini kemudian melakukan
pelanggaran terhadap semangat dan undang-undang Non-Proliferation Treaty, Iran. (Winarno, 2011)
Iran
mengembangkan program nuklirnya
pertama kali pada tahun 1957 hingga pada tahun 1979 pada saat Shah Reza Pahlevi
masih menjabat sebagai Raja Iran yang mana memiliki kedekatan emosional yang
sangat baik dengan Amerika Serikat, program tersebut sangat didukung oleh AS
hingga pada akhirnya berhenti mendukung ketika rezim Pahlevi digulingkan oleh
Revolusi Islam pada 11 Februari 1979. Pengembangan Program Nuklir Iran
mendatangkan kecurigaan dunia Barat yang menilai Iran secara diam-diam telah
membangun kekuatan nuklirnya untuk tujuan militer karena melakukan proses
pengayaan uranium tingkat tinggi, namun Iran selalu menyangkal hal tersebut
lantaran program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai. (Zmenyev,
2014)
Sumber: http://www.wired.com/2014/11/countdown-to-zero-day-stuxnet/
Sanksi embargo ekonomi pun
akhirnya diberikan oleh PBB kepada Iran atas pengembangan program nuklir yang
mereka lakukan. Sanksi diberikan pada tahun 2006, 2007 dan terakhir sanksi
diberikan pada tahun 2010 yang lalu yang dikeluarkan DK PBB berdasarkan
resolusi nomor 1929. Di dalamnya, Dewan Keamanan PBB menekankan kepada Iran
tentang larangan berdagang peralatan militer, larangan ekspor (termasuk
minyak), perbatasan bantuan atau pinjaman keuangan atas Iran, hingga pembekuan
beberapa aset-aset negara di luar negeri. (Akbar, 2011)
Amerika Serikat dan sekutu Baratnya
bersama Israel merasa khawatir dengan perkembangan
nuklir Iran. Hal tersebut terlihat jelas ketika Presiden George W. Bush pada
tahun 2002 menyebut Iran bersama Irak dan Korut ketika itu sebagai “Poros
Kejahatan”, yaitu negara-negara yang mensponsori
kelompok teroris dan mengembangkan senjata pemusnah massal dengan maksud untuk
meneruskannya kepada teroris. Argumentasi tersebut kemudian digunakan Amerika
Serikat dan sahabat melakukan pendekatan serius bersama IAEA dan PBB dalam
menangani proliferasi nuklir di Iran. (Syah, 2012)
Peran Kontrol AS
terhadap Isu Pengembangan Nuklir Iran
Nuklir demi Kepentingan Militer merupakan
dasar fundamental yang digunakan Amerika Serikat sebagai alasan untuk
mengintervensi pengembangan nuklir di Iran. Meskipun pada tahun 2003 lalu IAEA
- badan energy atom dunia - jelas-jelas melaporkan tidak adanya indikasi bahwa
Iran akan mengembangkan senjata Nuklir, namun AS dan sekutu tetap bersikeras
bahwa Iran akan mengembangkan program senjata tersebut mengingat besarnya
tingkat pengayaan uranium yang mereka lakukan. (David Albright and Corey Hinderstein, 2003)
Upaya-upaya AS dalam
mengkontrol lajunya perkembangan program nuklir Iran yang ditakutkan mengarah
kepada persenjataan nuklir dilakukan melalui upaya-upaya perundingan yang
dibantu oleh IAEA, PBB maupun upaya dari politik luar negeri AS sendiri. AS
yang menjadi anggota tetap DK PBB memiliki hak veto juga sebagai pimpinan
tertinggi di NATO dirasa memberikan jaminan keamanan yang luas bagi Negara
dunia lainnya, sehingga peran AS sebagai a
unipolar power kemudian memberikan posisi yang kuat dalam menentukan
perannya dalam isu-isu keamanan global, termasuk control terhadap Nuklir Iran. (Schouten, 2012)
Contoh-contoh upaya
yang dilakukan Amerika Serikat dalam mengontrol pengembangan nuklir di Iran
beragam, mulai dari pemberian sanksi hingga pada ranah diplomasi
1. AS
melalui IAEA melakukan penelitian mendalam terhadap program nuklir Iran pada
tahun 2003 guna mengetahui tujuan dari pengembangan program tersebut.
2. Sanksi
embargo ekonomi juga telah dilakukan selama 3 kali (2006, 2007, 2010) yang
memberikan dampak serius pada perekonomian Iran.
3. Hingga
upaya-upaya diplomasi dan negosiasi yang dilakukan Iran dan AS bersama
sekutunya. (Sucitra, 2011)
sumber:http://america.aljazeera.com/articles/2015/4/3/sanctions-iran-long-road-lifting-embargoes.html
Hingga tahun 2015 ini, Iran pada
rezim presiden Hassan Rouhani lebih terbuka dalam hal negosiasi nuklir dengan
semua pihak, termasuk dengan Amerika Serikat. Misalnya pada
bulan Maret-April 2015 lalu ke- lima Negara pemilik resmi Nuklir ditambah
Jerman melakukan perundingan nuklir yang menghabiskan waktu selama 8 hari di
Laussane, Swiss. Kesepakatan pun tercapai dimana Iran akan mengurangi
kapasistas pengayaan uraniumnya dan sanksi bagi mereka pun terancam dihilangkan
oleh AS dan PBB. (Kristanti, 2015)
Kesimpulan
Iran sebagai negara di Timur Tengah
yang telah mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan
damai demi memenuhi kebutuhan masyarakatnya sejak tahun 1957 dimana belum
terjadinya Revolusi Islam. Di bawah kepemimpinan Presiden Shah Reza Pahlevi,
Iran menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat dan beberapa negara Barat
lainnya dalam proyek pembangunan reaktor. Namun setelah terjadinya Revolusi
Islam, Amerika Serikat dan sekutunya memutuskan kerjasama di satu pihak dan
berusaha mencegah pengembangan nuklir di Iran. (Akbar, 2011)
Walaupun
program nuklir Iran berada di bawah pengawasan IAEA dan Iran telah
menandatangani NPT, tidak membuat Iran terhindar dari tekanan dan sanksi yang
dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan PBB. Hal tersebut kemudian menjadi alasan
bagi Amerika Serikat dalam melancarkan kebijakan politik globalnya demi menjaga
keamanan global yang terancam dengan keberadaan nuklir Iran yang dirasa bisa
menimbulkan distabilitas keamanan kawasan jikalau tidak ada peran kontrol terhadap program pengayaan
nuklir Iran oleh Amerika Serikat.
Hingga
pada akhirnya berbagai upaya kontrol yang
Amerika lakukan terhadap Iran mulai membuahkan hasil, dimana pada tahun
2015 ini kesepakatan bersejarah terjadi di Swiss, sebuah kesepakatan yang
menguntungkan bagi kedua belah pihak.
DAFTAR
PUSTAKA
Akbar, H. (2011, Mei). Pengembangan Nuklir Iran
dan Diplomasi Kepada IAEA. Retrieved June 30, 2015, from Repository UPN
Yogyakarta:
http://repository.upnyk.ac.id/8162/2/Hikmatul_Akbar_Kodimerinda_Nuklir_Iran.pdf
David Albright and
Corey Hinderstein. (2003, Maret 14). The Iranian Gas Centrifuge Uranium
Enrichment Plant at Natanz: Drawing from Commercial Satellite Images.
Retrieved June 30, 2015, from isis-online.prg:
http://www.isis-online.org/publications/iran/natanz03_02.html
Djafar, Z. (1996). Perkembangan
Studi Hubungan Internasional dan Tantangan Masa Depan. Jakarta: Pustaka
Jaya.
jawapos. (2015, April
5). Iran Mesra dengan Negara-Negara Barat, Arab Saudi Cemas. Retrieved
June 30, 2015, from jawapos: http://www.jawapos.com/baca/artikel/15278/iran-mesra-dengan-negara-negara-barat-arab-saudi-cemas
Kristanti, E. Y.
(2015, April 3). Kesepakatan Nuklir: Perayaan untuk Iran, 'Ancaman' Buat
Israel. Retrieved June 30, 2015, from liputan6news:
http://news.liputan6.com/read/2207051/kesepakatan-nuklir-perayaan-untuk-iran-ancaman-buat-israel
Schouten, P. (2012). TheoryTalks
Perbincangan Pakar Sedunia Tentang Teori Hubungan Internasional Abad ke-21.
Yogyakarta: LP3M UMY & PPSK.
Sucitra, U. (2011,
January 16). Peran IAEA dalam Pengayaan Nuklir Iran. Retrieved June
30, 2015, from Kompasiana:
http://www.kompasiana.com/oedajanasoetjitra/peran-iaea-dalam-pengayaan-nuklir-iran_55006affa333114e755109c6
Syah, E. (2012,
September 10). Fakta Nuklir Iran: Untuk Senjata atau Damai. Retrieved
June 30, 2015, from artileri.org: http://www.artileri.org/2012/09/fakta-nuklir-iran-untuk-senjata-atau-damai.html
UMY, T. (n.d.). Digital
Repository UMY. Retrieved June 29, 2015, from thesis UMY:
http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t15447.pdf
Winarno, P. B.
(2011). Isu-isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS.
Zmenyev, M. (2014,
September 22). 10 Fakta Mengenai Nuklir Iran. Retrieved June 30, 2015,
from CNN Indonesia:
http://www.cnnindonesia.com/internasional/20140922155915-120-3985/10-fakta-mengenai-nuklir-iran/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar