.

.

Selasa, 30 Juni 2015

Peran Amerika Serikat terhadap Kontrol Proliferasi Nuklir di Iran

Politik Global Amerika Serikat, sebagai bahan pendalaman materi Politik Luar Negeri/ Politik Global Amerika Serikat dan Dunia Islam, silakan untuk membuka link di bawah ini:

Peran Amerika Serikat terhadap Kontrol Proliferasi Nuklir di Iran

Pandi Ahmat - 20130510262
Disusun dalam Rangka Memenuhi Tugas Mata Kuliah Politik Global AS
Dosen Pengampu: Prof. Dr. Bambang Cipto, MA.


Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
Pada tahun 1945 dunia diguncang dahsyat oleh destruktif maha dahsyat dari bom atom yang meluluhlantahkan dua kota besar di Jepang, Hiroshima dan Nagasaki. Agresi militer yang dilancarkan oleh Amerika Serikat tersebut kemudian menghasilkan terror yang teramat sangat menakutkan terhadap persenjataan nuklir sebab manifestasi kerusakan dan kehancuran yang dihasilkan oleh bom atom tersebut. Alhasil, kebebasan untuk kepemilikan senjata nuklir pun tidak diindahkan lagi demi menjaga perdamaian umat manusia.

Hari bersejarah bagi proliferasi persenjataan nuklir terjadi pada hari Senin, 1 Juli 1968 di New York, Amerika Serikat, Non-Proliferation Treaty (NPT). NPT merupakan perjanjian yang mengikat secara hukum internasional terhadap negara-negara yang menandatangani atau meratifikasi perjanjian multilateral tersebut dan bertujuan mencegah penyebaran senjata nuklir, mendorong penggunaan energi nuklir untuk tujuan damai dan pelucutan secara umum dan menyeluruh. (Djafar, 1996)
Inti ataupun prinsip utama dari Non-Proliferation Treaty (NPT) ini adalah mencegah adanya penyebaran senjata nuklir, mendorong penggunaan nuklir yang berorientasi ke arah perdamaian dan serta perlucutan senjata secara umum dan menyeluruh. Ada delapan negara yang telah berhasil melakukan uji coba senjata nuklir, lima diantaranya dianggap dan diakui secara resmi sebagai "negara yang boleh memiliki senjata nuklir" atau NWS( Nuclear Weapon State) mereka adalah AS, Rusia, China, Inggris dan Prancis. (UMY)

Kawasan Timur Tengah secara faktual merupakan salah satu basis konfliktual dunia yang rentan akan pertempuran. Iran meski telah lama membangun teknologi nuklir kemudian dirasa menimbulkan ancaman yang membahayakan bagi eksistensi Negara-negara yang berada di kawasan. Israel sebagai sahabat yang memiliki kedekatan emosional dengan Amerika Serikat juga ikut terancam eksistensinya. Amerika Serikat kemudian menggunakan peran serta pengaruhnya dalam konstelasi politik internasional melalui PBB guna mengeluarkan berbagai sanksi terhadap Iran atas isu pengembangan senjata nuklirnya. Iran pun menyatakan bahwa nuklir yang dikembangkan hanya demi kepentingan sipil semata, kontroversi nuklir Iran akhirnya menjadi perhatian bersama dunia internasional.

Tulisan ini akan membahas tentang hubungan Amerika Serikat dalam kontrol proliferasi nuklir yang ada di Iran. Dengan landasan pertanyaan “Apa yang menjadi penyebab dari kontroversi nuklir Iran?” dan “Bagaimana peran AS dalam menangani isu proliferasi nuklir di Iran?”.

Gebrakan Nuklir Iran dan Kontroversi yang Hebohkan Barat

Isu proliferasi senjata nuklir merupakan salah satu dari isu yang sangat menonjol dalam globalisasi politik dunia. Pakar Hubungan Internasional Robert Jarvis di dalam buku TheoryTalk mengatakan bahwa isu proliferasi nuklir jika dipandang dari sudut pandang banyaknya proliferator potensial maka di berbagai belahan dunia, Negara-negara menginginkan senjata nuklir jika tetangga mereka memilikinya, tetapi mereka bersedia untuk mengikuti ketentuan di dalam Traktat NPT - Non-Proliferation Treaty - itu jika mereka mendapat jaminan bahwa Negara tetangga mereka itu juga melakukan hal yang sama, analogi Prisonners Dillema. (Schouten, 2012)

sumber: https://www.youtube.com/watch?v=g50OL_a3ZfA

Proliferator Potensial-nya Robert Jarvis pun menjadi kenyataan ketika 22 negara lain atau organisasi-organisasi militansi nonpemerintah di dunia diperkirakan melakukan pengembangan senjatu Nuklir termasuk didalamnya Iran, Korea Utara dan Negara-negara lainnya bergabung menjadi anggota-anggota the nuclear club bersama dengan ke-8 negara yang terlebih dahulu memiliki serta mengembangkan senjata Nuklir - AS, China, Rusia, Inggris, Prancis, Pakistan, India dan Israel -. Secara de facto maupun de jure ke 22 ini kemudian melakukan pelanggaran terhadap semangat dan undang-undang Non-Proliferation Treaty, Iran. (Winarno, 2011)

Iran mengembangkan program nuklirnya pertama kali pada tahun 1957 hingga pada tahun 1979 pada saat Shah Reza Pahlevi masih menjabat sebagai Raja Iran yang mana memiliki kedekatan emosional yang sangat baik dengan Amerika Serikat, program tersebut sangat didukung oleh AS hingga pada akhirnya berhenti mendukung ketika rezim Pahlevi digulingkan oleh Revolusi Islam pada 11 Februari 1979. Pengembangan Program Nuklir Iran mendatangkan kecurigaan dunia Barat yang menilai Iran secara diam-diam telah membangun kekuatan nuklirnya untuk tujuan militer karena melakukan proses pengayaan uranium tingkat tinggi, namun Iran selalu menyangkal hal tersebut lantaran program nuklirnya semata-mata untuk tujuan damai. (Zmenyev, 2014)

Sumber: http://www.wired.com/2014/11/countdown-to-zero-day-stuxnet/

Sanksi embargo ekonomi pun akhirnya diberikan oleh PBB kepada Iran atas pengembangan program nuklir yang mereka lakukan. Sanksi diberikan pada tahun 2006, 2007 dan terakhir sanksi diberikan pada tahun 2010 yang lalu yang dikeluarkan DK PBB berdasarkan resolusi nomor 1929. Di dalamnya, Dewan Keamanan PBB menekankan kepada Iran tentang larangan berdagang peralatan militer, larangan ekspor (termasuk minyak), perbatasan bantuan atau pinjaman keuangan atas Iran, hingga pembekuan beberapa aset-aset negara di luar negeri. (Akbar, 2011)

Amerika Serikat dan sekutu Baratnya bersama Israel merasa khawatir dengan perkembangan nuklir Iran. Hal tersebut terlihat jelas ketika Presiden George W. Bush pada tahun 2002 menyebut Iran bersama Irak dan Korut ketika itu sebagai “Poros Kejahatan”, yaitu negara-negara yang mensponsori kelompok teroris dan mengembangkan senjata pemusnah massal dengan maksud untuk meneruskannya kepada teroris. Argumentasi tersebut kemudian digunakan Amerika Serikat dan sahabat melakukan pendekatan serius bersama IAEA dan PBB dalam menangani proliferasi nuklir di Iran. (Syah, 2012)

Peran Kontrol AS terhadap Isu Pengembangan Nuklir Iran

Nuklir demi Kepentingan Militer merupakan dasar fundamental yang digunakan Amerika Serikat sebagai alasan untuk mengintervensi pengembangan nuklir di Iran. Meskipun pada tahun 2003 lalu IAEA - badan energy atom dunia - jelas-jelas melaporkan tidak adanya indikasi bahwa Iran akan mengembangkan senjata Nuklir, namun AS dan sekutu tetap bersikeras bahwa Iran akan mengembangkan program senjata tersebut mengingat besarnya tingkat pengayaan uranium yang mereka lakukan. (David Albright and Corey Hinderstein, 2003)

Upaya-upaya AS dalam mengkontrol lajunya perkembangan program nuklir Iran yang ditakutkan mengarah kepada persenjataan nuklir dilakukan melalui upaya-upaya perundingan yang dibantu oleh IAEA, PBB maupun upaya dari politik luar negeri AS sendiri. AS yang menjadi anggota tetap DK PBB memiliki hak veto juga sebagai pimpinan tertinggi di NATO dirasa memberikan jaminan keamanan yang luas bagi Negara dunia lainnya, sehingga peran AS sebagai a unipolar power kemudian memberikan posisi yang kuat dalam menentukan perannya dalam isu-isu keamanan global, termasuk control terhadap Nuklir Iran. (Schouten, 2012)

Contoh-contoh upaya yang dilakukan Amerika Serikat dalam mengontrol pengembangan nuklir di Iran beragam, mulai dari pemberian sanksi hingga pada ranah diplomasi

1.      AS melalui IAEA melakukan penelitian mendalam terhadap program nuklir Iran pada tahun 2003 guna mengetahui tujuan dari pengembangan program tersebut.
2.      Sanksi embargo ekonomi juga telah dilakukan selama 3 kali (2006, 2007, 2010) yang memberikan dampak serius pada perekonomian Iran.
3.      Hingga upaya-upaya diplomasi dan negosiasi yang dilakukan Iran dan AS bersama sekutunya. (Sucitra, 2011)

sumber:http://america.aljazeera.com/articles/2015/4/3/sanctions-iran-long-road-lifting-embargoes.html

Hingga tahun 2015 ini, Iran pada rezim presiden Hassan Rouhani lebih terbuka dalam hal negosiasi nuklir dengan semua pihak, termasuk dengan Amerika Serikat. Misalnya pada bulan Maret-April 2015 lalu ke- lima Negara pemilik resmi Nuklir ditambah Jerman melakukan perundingan nuklir yang menghabiskan waktu selama 8 hari di Laussane, Swiss. Kesepakatan pun tercapai dimana Iran akan mengurangi kapasistas pengayaan uraniumnya dan sanksi bagi mereka pun terancam dihilangkan oleh AS dan PBB. (Kristanti, 2015)

Kesimpulan

Iran sebagai negara di Timur Tengah yang telah mengembangkan teknologi nuklir untuk tujuan damai demi memenuhi kebutuhan masyarakatnya sejak tahun 1957 dimana belum terjadinya Revolusi Islam. Di bawah kepemimpinan Presiden Shah Reza Pahlevi, Iran menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat dan beberapa negara Barat lainnya dalam proyek pembangunan reaktor. Namun setelah terjadinya Revolusi Islam, Amerika Serikat dan sekutunya memutuskan kerjasama di satu pihak dan berusaha mencegah pengembangan nuklir di Iran. (Akbar, 2011)

Walaupun program nuklir Iran berada di bawah pengawasan IAEA dan Iran telah menandatangani NPT, tidak membuat Iran terhindar dari tekanan dan sanksi yang dijatuhkan oleh Amerika Serikat dan PBB. Hal tersebut kemudian menjadi alasan bagi Amerika Serikat dalam melancarkan kebijakan politik globalnya demi menjaga keamanan global yang terancam dengan keberadaan nuklir Iran yang dirasa bisa menimbulkan distabilitas keamanan kawasan jikalau tidak ada peran kontrol terhadap program pengayaan nuklir Iran oleh Amerika Serikat.

Hingga pada akhirnya berbagai upaya kontrol yang Amerika lakukan terhadap Iran mulai membuahkan hasil, dimana pada tahun 2015 ini kesepakatan bersejarah terjadi di Swiss, sebuah kesepakatan yang menguntungkan bagi kedua belah pihak.



DAFTAR PUSTAKA

Akbar, H. (2011, Mei). Pengembangan Nuklir Iran dan Diplomasi Kepada IAEA. Retrieved June 30, 2015, from Repository UPN Yogyakarta: http://repository.upnyk.ac.id/8162/2/Hikmatul_Akbar_Kodimerinda_Nuklir_Iran.pdf

David Albright and Corey Hinderstein. (2003, Maret 14). The Iranian Gas Centrifuge Uranium Enrichment Plant at Natanz: Drawing from Commercial Satellite Images. Retrieved June 30, 2015, from isis-online.prg: http://www.isis-online.org/publications/iran/natanz03_02.html

Djafar, Z. (1996). Perkembangan Studi Hubungan Internasional dan Tantangan Masa Depan. Jakarta: Pustaka Jaya.

jawapos. (2015, April 5). Iran Mesra dengan Negara-Negara Barat, Arab Saudi Cemas. Retrieved June 30, 2015, from jawapos: http://www.jawapos.com/baca/artikel/15278/iran-mesra-dengan-negara-negara-barat-arab-saudi-cemas

Kristanti, E. Y. (2015, April 3). Kesepakatan Nuklir: Perayaan untuk Iran, 'Ancaman' Buat Israel. Retrieved June 30, 2015, from liputan6news: http://news.liputan6.com/read/2207051/kesepakatan-nuklir-perayaan-untuk-iran-ancaman-buat-israel

Schouten, P. (2012). TheoryTalks Perbincangan Pakar Sedunia Tentang Teori Hubungan Internasional Abad ke-21. Yogyakarta: LP3M UMY & PPSK.

Sucitra, U. (2011, January 16). Peran IAEA dalam Pengayaan Nuklir Iran. Retrieved June 30, 2015, from Kompasiana: http://www.kompasiana.com/oedajanasoetjitra/peran-iaea-dalam-pengayaan-nuklir-iran_55006affa333114e755109c6

Syah, E. (2012, September 10). Fakta Nuklir Iran: Untuk Senjata atau Damai. Retrieved June 30, 2015, from artileri.org: http://www.artileri.org/2012/09/fakta-nuklir-iran-untuk-senjata-atau-damai.html

UMY, T. (n.d.). Digital Repository UMY. Retrieved June 29, 2015, from thesis UMY: http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t15447.pdf

Winarno, P. B. (2011). Isu-isu Global Kontemporer. Yogyakarta: CAPS.

Zmenyev, M. (2014, September 22). 10 Fakta Mengenai Nuklir Iran. Retrieved June 30, 2015, from CNN Indonesia: http://www.cnnindonesia.com/internasional/20140922155915-120-3985/10-fakta-mengenai-nuklir-iran/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar