.

.

Jumat, 11 Maret 2016

Pemerintah Republik Indonesia: Menghadapi Asean Economic Community



Latar Belakang

Melihat beberapa tahun belakangan ini, Negara-negara yang berada di kawasan Asia Tenggara sedang merambah, meramu serta menyusun berbagai macam strategi guna mengarungi konstelasi integrasi antara Negara-negara kawasan Asia Tenggara tersebut dalam konsep mutakhir Asean Community 2015 yang salah satu concern utamanya adalah ekonomi atau Asean Economic Community (AEC) 2015.
Asean Economic Community merupakan salah satu bagian dari kesepakatan yang telah berhasil dicapai oleh Negara-negara Asia Tenggara pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean yang ke-5 pada tahun 2003 di Bali, Indonesia. Tujuan yang paling mendasar dari terbentuknya integrasi ekonomi AEC 2015 ini adalah guna menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang modal secara lebih bebas. Adapun, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan
saling membuka perekonomian mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan yang transparan sekaligus juga membumihanguskan hambatan-hambatan ekonomi yang menghalangi laju pertumbuhan ekonomi Negara-negara Asean itu sendiri.[1]
Republik Indonesia sebagai salah satu aktor utama dalam panggung pengintegrasian ekonomi kawasan ini dirasa perlu untuk lebih teliti dan cermat dalam menghadapi “kebebasandan keleluasaan” ini. Peluang dan tantangan harus dianalisis, ditanggapi, dan diimplementasikan secara konseptual sehingga nantinya Indonesia tidak hanya menjadi market bagi para investor luar saja yang itu berarti bahwa Indonesia akan tetap terus terjajah meski telah pernah bersusah payah dalam mengusir kejamnya para bedebah penjajah.

Rumusan Masalah

1.      Apa yang sebaiknya dilakukan pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi Asean Economic Community?

Pembahasan

Tembok Ratapan “penghalang” Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015

Menilik data dari United Nations: “World Population Prospect: The 2012 Revision Population Database” menyebutkan Republik Indonesia dengan jumlah penduduk yang mencapai 248,8 juta jiwa pada tahun 2013 merupakan Negara yang paling masif jumlah penduduknya dibanding Negara Asia Tenggara lainnya, yang disebut bonus demografi tentunya.[2] Akan tetapi bonus demografi yang dimiliki Indonesia, tidak akan memberikan keuntungan apa pun tanpa adanya perbaikan kualitas SDM. Data dari ASEAN Productivity Organization (APO) menunjukkan dari 1000 tenaga kerja Indonesia hanya ada sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%, dan Singapura 34,7%.
Indonesia sebagai The Massive People Country in Asean sangatlah terbatas ketika kita berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia di negeri ini. Berdasarkan data yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2015 bahwa tingkat pendidikan tenaga kerja Indonesia masih didominasi aliran pendidikan SD yakni sebesar 54,61 juta orang atau 45,19%. Tingkat menengah pertama 21,47 juta orang atau sebesar 17,77%. Menegang atas 19,81 juta orang, kejuruan 11,80 juta. Sedangkan yang berpendidikan diploma dan universitas masing-masing sebesar 3,14 juta dan 10,02 juta orang.[3]
Selain kualitas SDM yang rendah, kualitas infrastruktur Indonesia masih kalah jauh bila dibandingkan dengan Negara Asia Tenggara lainnya dimana menurut laporan Global Competitiveness pada tahun 2013 yang dibuat oleh World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat ke-5 dibawah Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand. Selanjutnya, yang menjadi penghambat berkembangnya pembangunan serta pengembangan infrastruktur di Indonesia itu meliputi :

1.      Anggaran infrastruktur yang rendah, hanya 2,5% dari PDB, dimana jumlah ini tidak dapat mengakomodir biaya pembebasan lahan dan biaya feasibility study serta AMDAL yang kerap muncul dalam pembangunan infrastruktur.

2.      Konflik kepentingan, seperti politik, bisnis, atau pesanan pihak-pihak tertentu dalam pembangunan infrastruktur.

3.      Koordinasi yang sulit, jika merujuk area pembangunan infrastruktur terkait dengan hutan lindung atau pertanian dimana koordinasi antara lintas kementerian dan lintas otoritas sulit dilakukan.

Adapun, komoditas terpenting dan yang paling utama Indonesia perlu kembangkan adalah sektor pertanian. Pertanian merupakan salah satu jantung perekonomian Indonesia, oleh karena itulah peningkatan keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi, antara lain adalah pembangunan pertanian perlu terus dilakukan, mengingat bahwa luas daratan yang dimiliki Indonesia lebih besar dan tingkat konsumsi yang tinggi terhadap hasil pertanian. Tindakan pemerintah untuk menopang komitmen Indonesia dalam mewujudkan AEC 2015 melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun 2014  tentang Daftar Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal, dipandang hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu, bukan petani Indonesia.  Perpres tersebut mengatur mengenai: 

1.      Investasi asing diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih dari 25 hektar.

2.      Investasi asing diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal perbenihan bagi usaha seluas lebih dari 25 hektar.

3.      Investasi asing diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya hortikultura.[4]

Untuk itu, dalam menghadapi persaingan yang akan terjadi nantinya pada Asean Economic Community 2015 Republik Indonesia  melalui pemerintahan yang bijaksana dirasa perlu untuk menemukan, merencanakan serta mempersiapkan taktik maupun strategi terhebat guna menghadapi  Asean Economic Community 2015 ini.


Kesiapan Menghadapi AEC: Analisis Daya Saing Indonesia dan Negara-negara Asean
Sumber : Presentasi Abang Muhammad Arifin (Slideshare.net)
Daya saing diantara Negara-negara anggota Asean didalam panggung Asean Economic Community 2015 akan senantiasa menjadi isu utama yang tak terelakkan dalam menanti “pemukulan gong” penanda dimulainya perhelatan akbar integrasi ekonomi se-Asia Tenggara tersebut.
Berdasarkan tabel perbandingan indikator daya saing Negara-negara anggota Asean diatas yang berhasil dihimpun berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Global Competitiveness Index, Ease of Doing Business dan Human Development Index. Sembari menganalisa data-data diatas ini, terlihat jelas bahwa persaingan yang bisa dikatakan abnormal atau jauh dari kata sehat ini begitu jelas menggambarkan bahwa ketimpangan atau kesenjangan perekonomian antara Negara-negara Asean tidak wajar.
Hal inilah yang mendasari banyak pengamat maupun para cendekiawan ekonomi se-Asean meragukan kapabilitas Negara-negara mereka dalam menghadapi AEC 2015 tersebut, Hary Tanoesoedibjo salah satu contohnya yang mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi pasar terbuka bagi kawasan ASEAN. Namun, hal tersebut tak patut untuk menjadi tembok ratapan bagi kita bangsa Indonesia yang pantang untuk menyerah. Optimistis harus kita usung sembari mempersiapkan strategi serta amunisi yang hebat untuk menghadapi AEC 2015 tersebut. Indonesia dalam hal ini pemerintah harus menjadi penopang atau penyelamat Indonesia di kancah ASEAN demi menyelamatkan 200 juta lebih bangsa ini.

Pemerintah Republik Indonesia : Strategi dan Tindakan

Berdasarkan pemaparan yang terkait dengan peluang maupun tantangan yang akan dihadapi Indonesia selanjutnya pada pagelaran AEC 2015 yang sebelumnya telah dituliskan diatas. Pemerintah Republik Indonesia sudah semestinya menemukan cara yang cerdas untuk bisa bersaing nantinya agar Indonesia kedepannya tidak hanya terpaku menjadi penonton saja namun menjadi actor utama AEC adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditolerir.

SDM Berkualitas Kunci Sukses Hadapi AEC 2015

Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia merupakan duri pertama bagi Indonesia dalam menghadapi AEC 2015. Maka dari itu, meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia adalah langkah pertama yang harus dilakukan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Tentunya hal ini bisa dicapai dengan meningkatkan standar mutu pendidikan melalui penguatan actor pendidikan, yaitu kepala sekolah, guru dan juga orang tua karena menurut Anies Baswedan,  merekalah kunci tumbuhnya ekosistem pendidikan yang baik.
Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM) dengan tingkat kompetensi yang bersaing dan memiliki produktifitas di atas rata – rata adalah impian bagi tiap Negara. Pengembangannya pun bisa melalui 4 pilar strategi menurut RNI (PT Rajawali Nusantara Indonesia) yakni:
1.      Membangun organisasi yang tangguh
2.      Profesionalisme pengelolaan kinerja karyawan
3.      Pengembangan SDM berbasis kompetensi serta moral & motivasi pada tingkat yang dinamis
4.      Strategi berlandaskan pada nilai – nilai perusahaan dan praktek Good Corporate Governance (GCG)[5]
5.       
Nawa Cita Kementerian Perdagangan
Kementerian Perdanganan mempunyai jurus tersendiri dalam menghadapi AEC 2015 ini melalui Nawa Cita Kementerian Perdangan, dengan menetapkan target ekspor sebesar tiga kali lipat selama lima tahun ke depan. Cara tersebut bisa dilakukan dengan membangun 5.000 pasar, pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta peningkatan penggunaan produk dalam negeri. Adapun target ekspor pada 2015 dibidik sebesar US$192,5 miliar. (Krisna Wicaksono & Arie Dwi Budiawati, 2015)[6]
Selain itu, perlunya meningkatkan kualitas infrastruktur dalam negeri serta memaksimalkan peran dari sektor agraria sembari melakukan berbagai penyuluhan adalah langkah kongkrit Indonesia sebagai Negara Agraris dalam menghadapi AEC 2015 ini. Seperti yang kita ketahui, Indonesia adalah raksasa dalam bidang pertanian, perkebunan dan juga perikanan yang kemudian ditopang dengan strategi pemerintahan Jokowi-JK yang menerapkan kebijakan Poros Maritim Dunia untuk Indonesia.
Mendorong Masyarakat Menegah ke Bawah untuk Maju
Menghadapi Asean Economic Community, masyarakat bawah harus didorong untuk maju. Upaya ini akan memperkuat perekonomian Indonesia secara keseluruhan. Saat ini, masyarakat bawah sudah jauh tertinggal. Terlihat dari rasio gini yang telah mencapai 0,43%. Semakin besar angkanya, semakin tinggi kesenjangan sosial. Ini adalah angka tertinggi dalam 20 tahun terakhir. (Reporter, 2015)[7]
Disini pemerintah harus mengambil peran penting dengan mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan produktif yang outcomenya bisa dirasakan semua lapisan elemen masyarakat, termasuk juga masyarakat menengah ke bawah yang selama ini termarjinalkan.
Kebijakan produktif yang dimaksud, di antaranya memberi kemudahan akses modal dan bunga pendanaan yang murah baik untuk UMKM, petani, nelayan, dan buruh. Agar usaha yang mereka lakukan bisa berkembang dan semakin berkembang pesat sehingga Indonesia bisa lebih bersaing dengan Negara-negara Asean lainnya.

Daftar Pustaka

Chairil, Yuhardi, Hardyanto, Erwin, Palma. (2014, June 4). Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015. Retrieved June 5, 2015, from Kementerian Sekretariat Negara Republik Indonesia: http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7911
Krisna Wicaksono & Arie Dwi Budiawati. (2015, February 3). Jurus Kementerian Perdagangan Hadapi MEA 2019. Retrieved June 9, 2015, from Viva.co.id: http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/585426-jurus-kementerian-perdagangan-hadapi-mea-2019
Pahlawan, R. (2014, April 25). Persiapan Indonesia menuju AEC 2015, Siapkah? Retrieved June 5, 2015, from Kompasiana: http://www.kompasiana.com/ridwan_liberace/persiapan-indonesia-menuju-aec-2015-siapkah_54f77958a33311cd678b4584
Reporter, S. (2015, June 6). MEA di Depan Mata, Indonesia Terancam Jadi Penonton. Retrieved June 9, 2015, from sindonews.com: http://ekbis.sindonews.com/read/1009636/33/mea-di-depan-mata-indonesia-terancam-jadi-penonton-1433602441
RNI. (n.d.). Sumber Daya Manusia. Retrieved June 9, 2015, from Rajawali Nusantara Indonesia Web Site: http://www.rni.co.id/id/sumber-daya-manusia
Statistik, B. P. (2013, June 5). Badan Pusat Statistik Kependudukan. Retrieved June 5, 2015, from Badan Pusat Statistik Indonesia: http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1284





[1] (Pahlawan, 2014)
[2] (Statistik, 2013)
[3] (Reporter, MEA di Depan Mata, Indonesia Terancam Jadi Penonton, sindonews.com, 2015)
[4] (Chairil, Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015, www.setneg.go.id, 2014)
[5] (RNI, Sumber Daya Manusia, http://www.rni.co.id/id/sumber-daya-manusia)
[6] http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/585426-jurus-kementerian-perdagangan-hadapi-mea-2019
[7] http://ekbis.sindonews.com/read/1009636/33/mea-di-depan-mata-indonesia-terancam-jadi-penonton-1433602441

Tidak ada komentar:

Posting Komentar