Latar Belakang
Melihat beberapa tahun belakangan ini, Negara-negara
yang berada di kawasan Asia Tenggara sedang merambah, meramu serta menyusun
berbagai macam strategi guna mengarungi konstelasi integrasi antara
Negara-negara kawasan Asia Tenggara tersebut dalam konsep mutakhir Asean
Community 2015 yang salah satu concern utamanya
adalah ekonomi atau Asean Economic Community (AEC) 2015.
Asean Economic Community merupakan salah satu bagian
dari kesepakatan yang telah berhasil dicapai oleh Negara-negara Asia Tenggara
pada Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Asean yang ke-5 pada tahun 2003 di Bali, Indonesia.
Tujuan yang paling mendasar dari terbentuknya integrasi ekonomi AEC 2015 ini adalah
guna menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang ditandai dengan bebasnya
aliran barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil dan perpindahan barang
modal secara lebih bebas. Adapun, negara-negara anggota ASEAN menyadari bahwa
cara terbaik untuk bekerjasama adalah dengan
saling membuka perekonomian
mereka, guna menciptakan integrasi ekonomi kawasan yang transparan sekaligus
juga membumihanguskan hambatan-hambatan ekonomi yang menghalangi laju
pertumbuhan ekonomi Negara-negara Asean itu sendiri.[1]
Republik Indonesia sebagai salah satu aktor utama
dalam panggung pengintegrasian ekonomi kawasan ini dirasa perlu untuk lebih
teliti dan cermat dalam menghadapi “kebebasandan keleluasaan” ini. Peluang dan
tantangan harus dianalisis, ditanggapi, dan diimplementasikan secara konseptual
sehingga nantinya Indonesia tidak hanya menjadi market bagi para investor luar
saja yang itu berarti bahwa Indonesia akan tetap terus terjajah meski telah
pernah bersusah payah dalam mengusir kejamnya para bedebah penjajah.
Rumusan Masalah
1.
Apa yang
sebaiknya dilakukan pemerintah Republik Indonesia dalam menghadapi Asean
Economic Community?
Pembahasan
Tembok Ratapan
“penghalang” Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015
Menilik data dari United Nations: “World Population
Prospect: The 2012 Revision Population Database” menyebutkan Republik Indonesia
dengan jumlah penduduk yang mencapai 248,8 juta jiwa pada tahun 2013 merupakan
Negara yang paling masif jumlah penduduknya dibanding Negara Asia Tenggara
lainnya, yang disebut bonus demografi tentunya.[2] Akan
tetapi bonus demografi yang dimiliki Indonesia, tidak akan memberikan
keuntungan apa pun tanpa adanya perbaikan kualitas SDM. Data dari ASEAN
Productivity Organization (APO) menunjukkan dari 1000 tenaga kerja Indonesia
hanya ada sekitar 4,3% yang terampil, sedangkan Filipina 8,3%, Malaysia 32,6%,
dan Singapura 34,7%.
Indonesia sebagai The Massive People Country in Asean sangatlah terbatas ketika kita
berbicara mengenai kualitas sumber daya manusia di negeri ini. Berdasarkan data
yang dikutip dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada Februari 2015 bahwa tingkat
pendidikan tenaga kerja Indonesia masih didominasi aliran pendidikan SD yakni
sebesar 54,61 juta orang atau 45,19%. Tingkat menengah pertama 21,47 juta orang
atau sebesar 17,77%. Menegang atas 19,81 juta orang, kejuruan 11,80 juta.
Sedangkan yang berpendidikan diploma dan universitas masing-masing sebesar 3,14
juta dan 10,02 juta orang.[3]
Selain kualitas SDM yang rendah,
kualitas infrastruktur Indonesia masih kalah jauh bila dibandingkan dengan
Negara Asia Tenggara lainnya dimana menurut laporan Global Competitiveness pada
tahun 2013 yang dibuat oleh World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat
ke-5 dibawah Singapura, Malaysia, Brunei dan Thailand. Selanjutnya, yang
menjadi penghambat berkembangnya pembangunan serta pengembangan infrastruktur
di Indonesia itu meliputi :
1.
Anggaran
infrastruktur yang rendah, hanya 2,5% dari PDB, dimana jumlah ini tidak dapat
mengakomodir biaya pembebasan lahan dan biaya feasibility study serta AMDAL
yang kerap muncul dalam pembangunan infrastruktur.
2.
Konflik
kepentingan, seperti politik, bisnis, atau pesanan pihak-pihak tertentu dalam pembangunan
infrastruktur.
3.
Koordinasi yang
sulit, jika merujuk area pembangunan infrastruktur terkait dengan hutan lindung
atau pertanian dimana koordinasi antara lintas kementerian dan lintas otoritas
sulit dilakukan.
Adapun, komoditas terpenting dan yang paling
utama Indonesia perlu kembangkan adalah sektor pertanian. Pertanian merupakan
salah satu jantung perekonomian Indonesia, oleh karena itulah peningkatan
keunggulan komparatif di sektor prioritas integrasi, antara lain adalah
pembangunan pertanian perlu terus dilakukan, mengingat bahwa luas daratan yang
dimiliki Indonesia lebih besar dan tingkat konsumsi yang tinggi terhadap hasil
pertanian. Tindakan pemerintah untuk menopang komitmen Indonesia dalam
mewujudkan AEC 2015 melalui penerbitan Peraturan Presiden Nomor 39 Tahun
2014 tentang Daftar Usaha yang Tertutup
dan Bidang Usaha Terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal,
dipandang hanya akan memberikan keuntungan bagi pihak-pihak tertentu, bukan
petani Indonesia. Perpres tersebut
mengatur mengenai:
1.
Investasi asing
diperbolehkan hingga 49% untuk usaha budidaya tanaman pangan seluas lebih dari
25 hektar.
2.
Investasi asing
diperbolehkan hingga 95% untuk usaha perkebunan dalam hal perbenihan bagi usaha
seluas lebih dari 25 hektar.
3.
Investasi asing
diperbolehkan hingga 30% untuk usaha perbenihan dan budidaya hortikultura.[4]
Untuk itu, dalam menghadapi persaingan
yang akan terjadi nantinya pada Asean Economic Community 2015 Republik
Indonesia melalui pemerintahan yang
bijaksana dirasa perlu untuk menemukan, merencanakan serta mempersiapkan taktik
maupun strategi terhebat guna menghadapi
Asean Economic Community 2015 ini.
Kesiapan
Menghadapi AEC: Analisis Daya Saing Indonesia dan Negara-negara Asean
Sumber :
Presentasi Abang Muhammad Arifin (Slideshare.net)
Daya saing diantara Negara-negara anggota Asean
didalam panggung Asean Economic Community
2015 akan senantiasa menjadi isu utama yang tak terelakkan dalam menanti “pemukulan
gong” penanda dimulainya perhelatan akbar integrasi ekonomi se-Asia Tenggara
tersebut.
Berdasarkan tabel perbandingan indikator daya saing
Negara-negara anggota Asean diatas yang berhasil dihimpun berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh Global
Competitiveness Index, Ease of Doing Business dan Human Development Index. Sembari menganalisa data-data diatas ini,
terlihat jelas bahwa persaingan yang bisa dikatakan abnormal atau jauh dari
kata sehat ini begitu jelas menggambarkan bahwa ketimpangan atau kesenjangan
perekonomian antara Negara-negara Asean tidak wajar.
Hal inilah yang mendasari banyak pengamat maupun
para cendekiawan ekonomi se-Asean meragukan kapabilitas Negara-negara mereka
dalam menghadapi AEC 2015 tersebut, Hary Tanoesoedibjo salah satu contohnya
yang mengatakan bahwa Indonesia akan menjadi pasar terbuka bagi kawasan ASEAN.
Namun, hal tersebut tak patut untuk menjadi tembok ratapan bagi kita bangsa
Indonesia yang pantang untuk menyerah. Optimistis harus kita usung sembari
mempersiapkan strategi serta amunisi yang hebat untuk menghadapi AEC 2015
tersebut. Indonesia dalam hal ini pemerintah harus menjadi penopang atau
penyelamat Indonesia di kancah ASEAN demi menyelamatkan 200 juta lebih bangsa
ini.
Pemerintah
Republik Indonesia : Strategi dan Tindakan
Berdasarkan pemaparan yang terkait dengan peluang
maupun tantangan yang akan dihadapi Indonesia selanjutnya pada pagelaran AEC
2015 yang sebelumnya telah dituliskan diatas. Pemerintah Republik Indonesia
sudah semestinya menemukan cara yang cerdas untuk bisa bersaing nantinya agar
Indonesia kedepannya tidak hanya terpaku menjadi penonton saja namun menjadi
actor utama AEC adalah suatu keharusan yang tidak bisa ditolerir.
SDM Berkualitas
Kunci Sukses Hadapi AEC 2015
Rendahnya kualitas Sumber Daya Manusia merupakan
duri pertama bagi Indonesia dalam menghadapi AEC 2015. Maka dari itu,
meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia adalah langkah pertama yang harus
dilakukan pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Tentunya hal ini bisa dicapai dengan meningkatkan standar mutu
pendidikan melalui penguatan actor pendidikan, yaitu kepala sekolah, guru dan
juga orang tua karena menurut Anies Baswedan,
merekalah kunci tumbuhnya ekosistem pendidikan yang baik.
Tersedianya Sumber Daya Manusia (SDM)
dengan tingkat kompetensi yang bersaing dan memiliki produktifitas di atas rata
– rata adalah impian bagi tiap Negara. Pengembangannya pun bisa melalui 4 pilar
strategi menurut RNI (PT Rajawali Nusantara Indonesia) yakni:
1.
Membangun
organisasi yang tangguh
2.
Profesionalisme
pengelolaan kinerja karyawan
3.
Pengembangan SDM
berbasis kompetensi serta moral & motivasi pada tingkat yang dinamis
4.
Strategi
berlandaskan pada nilai – nilai perusahaan dan praktek Good Corporate
Governance (GCG)[5]
5.
Nawa Cita
Kementerian Perdagangan
Kementerian Perdanganan mempunyai jurus tersendiri
dalam menghadapi AEC 2015 ini melalui Nawa Cita Kementerian Perdangan, dengan
menetapkan target ekspor sebesar tiga kali lipat selama lima tahun ke depan.
Cara tersebut bisa dilakukan dengan membangun 5.000 pasar, pengembangan Usaha
Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) serta peningkatan penggunaan produk dalam
negeri. Adapun target ekspor pada 2015 dibidik sebesar US$192,5 miliar. (Krisna
Wicaksono & Arie Dwi Budiawati, 2015)[6]
Selain itu, perlunya meningkatkan kualitas
infrastruktur dalam negeri serta memaksimalkan peran dari sektor agraria
sembari melakukan berbagai penyuluhan adalah langkah kongkrit Indonesia sebagai
Negara Agraris dalam menghadapi AEC 2015 ini. Seperti yang kita ketahui,
Indonesia adalah raksasa dalam bidang pertanian, perkebunan dan juga perikanan
yang kemudian ditopang dengan strategi pemerintahan Jokowi-JK yang menerapkan
kebijakan Poros Maritim Dunia untuk Indonesia.
Mendorong
Masyarakat Menegah ke Bawah untuk Maju
Menghadapi Asean Economic Community, masyarakat
bawah harus didorong untuk maju. Upaya ini akan memperkuat perekonomian
Indonesia secara keseluruhan. Saat ini, masyarakat bawah sudah jauh tertinggal.
Terlihat dari rasio gini yang telah mencapai 0,43%. Semakin besar angkanya,
semakin tinggi kesenjangan sosial. Ini adalah angka tertinggi dalam 20 tahun
terakhir. (Reporter, 2015)[7]
Disini pemerintah harus mengambil peran penting
dengan mengeluarkan berbagai kebijakan-kebijakan produktif yang outcomenya bisa
dirasakan semua lapisan elemen masyarakat, termasuk juga masyarakat menengah ke
bawah yang selama ini termarjinalkan.
Kebijakan produktif yang dimaksud, di antaranya
memberi kemudahan akses modal dan bunga pendanaan yang murah baik untuk UMKM,
petani, nelayan, dan buruh. Agar usaha yang mereka lakukan bisa berkembang dan
semakin berkembang pesat sehingga Indonesia bisa lebih bersaing dengan
Negara-negara Asean lainnya.
Daftar Pustaka
Chairil, Yuhardi, Hardyanto, Erwin, Palma. (2014,
June 4). Peluang dan Tantangan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015.
Retrieved June 5, 2015, from Kementerian Sekretariat Negara Republik
Indonesia:
http://www.setneg.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=7911
Krisna Wicaksono
& Arie Dwi Budiawati. (2015, February 3). Jurus Kementerian
Perdagangan Hadapi MEA 2019. Retrieved June 9, 2015, from Viva.co.id:
http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/585426-jurus-kementerian-perdagangan-hadapi-mea-2019
Pahlawan, R. (2014,
April 25). Persiapan Indonesia menuju AEC 2015, Siapkah? Retrieved
June 5, 2015, from Kompasiana:
http://www.kompasiana.com/ridwan_liberace/persiapan-indonesia-menuju-aec-2015-siapkah_54f77958a33311cd678b4584
Reporter, S. (2015,
June 6). MEA di Depan Mata, Indonesia Terancam Jadi Penonton.
Retrieved June 9, 2015, from sindonews.com:
http://ekbis.sindonews.com/read/1009636/33/mea-di-depan-mata-indonesia-terancam-jadi-penonton-1433602441
RNI. (n.d.). Sumber
Daya Manusia. Retrieved June 9, 2015, from Rajawali Nusantara Indonesia
Web Site: http://www.rni.co.id/id/sumber-daya-manusia
Statistik, B. P.
(2013, June 5). Badan Pusat Statistik Kependudukan. Retrieved June 5,
2015, from Badan Pusat Statistik Indonesia:
http://www.bps.go.id/linkTabelStatis/view/id/1284
[1] (Pahlawan, 2014)
[2] (Statistik, 2013)
[3] (Reporter, MEA
di Depan Mata, Indonesia Terancam Jadi Penonton, sindonews.com, 2015)
[4] (Chairil, Peluang
dan Tantangan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015, www.setneg.go.id, 2014)
[5] (RNI, Sumber
Daya Manusia, http://www.rni.co.id/id/sumber-daya-manusia)
[6] http://bisnis.news.viva.co.id/news/read/585426-jurus-kementerian-perdagangan-hadapi-mea-2019
[7] http://ekbis.sindonews.com/read/1009636/33/mea-di-depan-mata-indonesia-terancam-jadi-penonton-1433602441
Tidak ada komentar:
Posting Komentar