.

.

Sabtu, 21 Mei 2016

Komitmen Menjaga Toleransi



Agama yang paling dicintai Allah adalah ajaran yang hanif dan toleran.” – H.R. Bukhari dan Ibnu Abi Syaybah

Dr. Muhammad Shodiq, salah satu dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam dialog bersama mahasiswa daerah yang diadakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta dan IKPMDI (Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia) mengutip hadist diatas guna menjadi refleksi bersama berkaitan dengan fenomena (in)toleransi yang terjadi di Yogyakarta. Isu-isu seperti ini selalu menghiasi beberapa headline media dunia nyata ataupun dunia maya. Dampaknya pun beragam, namun yang paling menjadi permasalahan adalah ketakutan yang diciptakan oleh polemik intoleran di kota berkebudayaan, Yogyakarta.

Bapak dosen Shodiq menyatakan bahwa giat semangat toleransi antar umat perlu diupayakan. Komitmen bersama sebagai masyarakat Yogyakarta harus ada, namun yang menjadi PR-nya adalah bagaimana caranya. Oleh karena itu, Bapak dosen Shodiq (Jum’at ,20/5) di Burza Hotel Jogokariyan Yogyakarta menyatakan bahwa upaya untuk memadukan 3 dimensi kecerdasan manusia demi terciptanya kepribadian yang melimpah. Nah, sejatinya hal tersebut bisa tercipta melalui agenda yang sederhana, dialog katanya.

Perpaduan 3 dimensi kecerdasan manusia ini adalah perwujudan dari Intellectual Quality, Emotional Quality dan Spiritual Quality. Alhasil, kualitas yang sangat baik terkait 3 dimensi kecerdasan manusia ini kemudian menjadi suatu nilai dan moral yang menciptakan manusia berkepribadian yang melimpah. Jerman, salah satu negara yang lebih dari 1/3 penduduknya tidak beragama (dibaca: atheis)boleh dijadikan sebagai barometer yang bisa menjadi tolak ukur bagaimana toleransi antar umat manusia yang berbeda (golongan, ideologi, agama dan lain sebagainya) sangat luar biasa. Hal ini bisa terjadi lantaran penerapan kualitas moral, intelektual dan emosional begitu berimbang. Hasilnya, harmonisme masyarakat berwujud toleransi pun hadir ditengah-tengah perbedaan mereka.

Akan tetapi, lain Jerman lain pula Indonesia (baca: Yogyakarta). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, aktivitas-aktivitas intoleransi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan ajaran tertentu (biasanya agama) terhadap kelompok lain mulai marak terjadi. Kebanyakan, aktivitas ini dilakukan karena kelompok tersebut merasa paling benar. Akhirnya, memutuskan dan menjustifikasi bahwasanya kelompok lain itu salah, kemudian menghakiminya. Hancurlah mereka.

Oleh karena itu, sebagai seorang pemuda yang peduli terhadap hal ini maka kuputuskan untuk merangkum sedikit pemaparan dari Bapak dosen Shodiq pada seminar yang bertemakan “Ngabdi di Jogja, Bersama Menjaga Keutuhan Bangsa, Ideologi Pancasila dan Toleransi di Kota Berbudaya” ini. Selain itu, hadis yang bapak dosen Shodiq kutip bisa kita jadikan sebagai bahan refleksi agar bisa memiliki kepribadian yang toleran. Komitmen menjaga toleransi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar