“Agama yang paling dicintai Allah adalah ajaran yang hanif dan toleran.”
– H.R. Bukhari dan Ibnu Abi Syaybah
Dr. Muhammad Shodiq,
salah satu dosen Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta dalam
dialog bersama mahasiswa daerah yang diadakan oleh Pemerintah Kota Yogyakarta
dan IKPMDI (Ikatan Keluarga Pelajar Mahasiswa Daerah Indonesia) mengutip hadist diatas guna menjadi refleksi bersama
berkaitan dengan fenomena (in)toleransi yang terjadi di Yogyakarta. Isu-isu seperti
ini selalu menghiasi beberapa headline
media dunia nyata ataupun dunia maya. Dampaknya pun beragam, namun yang paling
menjadi permasalahan adalah ketakutan yang diciptakan oleh polemik intoleran di
kota berkebudayaan, Yogyakarta.
Bapak dosen Shodiq
menyatakan bahwa giat semangat toleransi antar umat perlu diupayakan. Komitmen
bersama sebagai masyarakat Yogyakarta harus ada, namun yang menjadi PR-nya
adalah bagaimana caranya. Oleh karena itu, Bapak dosen Shodiq (Jum’at ,20/5) di
Burza Hotel Jogokariyan Yogyakarta menyatakan bahwa upaya untuk memadukan 3
dimensi kecerdasan manusia demi terciptanya kepribadian yang melimpah. Nah,
sejatinya hal tersebut bisa tercipta melalui agenda yang sederhana, dialog
katanya.
Perpaduan 3 dimensi
kecerdasan manusia ini adalah perwujudan dari Intellectual Quality, Emotional Quality dan Spiritual Quality. Alhasil,
kualitas yang sangat baik terkait 3 dimensi kecerdasan manusia ini kemudian
menjadi suatu nilai dan moral yang menciptakan manusia berkepribadian yang
melimpah. Jerman, salah satu negara yang lebih dari 1/3 penduduknya tidak
beragama (dibaca: atheis)boleh dijadikan sebagai barometer yang bisa menjadi
tolak ukur bagaimana toleransi antar umat manusia yang berbeda (golongan, ideologi,
agama dan lain sebagainya) sangat luar biasa. Hal ini bisa terjadi lantaran
penerapan kualitas moral, intelektual dan emosional begitu berimbang. Hasilnya,
harmonisme masyarakat berwujud toleransi pun hadir ditengah-tengah perbedaan
mereka.
Akan tetapi, lain Jerman lain pula Indonesia (baca:
Yogyakarta). Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, aktivitas-aktivitas
intoleransi yang dilakukan oleh kelompok-kelompok yang mengatasnamakan ajaran
tertentu (biasanya agama) terhadap kelompok lain mulai marak terjadi. Kebanyakan,
aktivitas ini dilakukan karena kelompok tersebut merasa paling benar. Akhirnya,
memutuskan dan menjustifikasi bahwasanya kelompok lain itu salah, kemudian
menghakiminya. Hancurlah mereka.
Oleh karena itu, sebagai seorang
pemuda yang peduli terhadap hal ini maka kuputuskan untuk merangkum sedikit
pemaparan dari Bapak dosen Shodiq pada seminar yang bertemakan “Ngabdi di
Jogja, Bersama Menjaga Keutuhan Bangsa, Ideologi Pancasila dan Toleransi di
Kota Berbudaya” ini. Selain itu, hadis yang bapak dosen Shodiq kutip bisa kita
jadikan sebagai bahan refleksi agar bisa memiliki kepribadian yang toleran. Komitmen menjaga toleransi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar