Budaya Terkikis, Hati Teriris!
Karya
: Pandi Ahmat
Sekali
lagi, jika kita bicara tentang budaya pasti tidak aka nada habis-habisnya.
Tingkatan masalahnya beragam, mulai dari tingkat Kelurahan hingga ke tingkat
internasional pun pasti ada saja masalah yang berbau budaya-budaya gitu.
Memasuki
millennium ke 2 ini, dunia telah semakin berkembang pesat seiring berjalannya
waktu. Budaya, yang dulunya mungkin berjumlah ribuan atau juga mungkin
triliunan yang tersebar di seantero dunia ini. Maaf saja, dunia yang sekarang
ini tidak akan pernah bisa kembali seperti dahulu lagi.
Pada
kenyataannya, budaya yang sekarang ini pun terkesan terkotak-kotak di beberapa
tempat yang kita sebut saja ‘Benua’. Misalkan saja, di Benua Eropa dan Amerika
Utara terkenal budaya ‘westernisasi’ yang sangat tidak asing lagi di telinga
kita, Budaya yang ke barat-baratan gitu.
Di Benua Asia budaya K-Pop yang berasal dari Korea pun semakin melebarkan
sayapnya. Sedangkan di Amerika Latin, sudah jelas bahwa Kultur Tango ala
Telenovela ‘Rosalinda Ayyamoy’ lah yang menguasai Negeri yang dulunya pernah di
kuasai oleh Negeri Matador.
Namun,
masalah yang sesungguhnya hadir di negeri Ibu Pertiwi kita tercinta ini. Budaya
leluhur nenek moyang kita yang sangat beragam jenisnya dan beribu jumlahnya
itu, tak kuasa bertahan di tengah derasnya arus Globalisasi dan Modernisasi
dunia yang sekarang ini. Bak Gelombang besar yang selalu menghantam bibir
pantai Parangtritis (ABRASI), keberagaman budaya kita Indonesia hilang satu
persatu bagaikan pasir pantai yang hancur di telan ombak tersebut.
Nah,
faktor utama yang menyebabkan hal tersebu terjadi. Pertama, Arus globalisasi
yang semakin tak terkendali. Kedua, kurang efektifnya pembelajaran seni dan
budaya kita. Ketiga, Pengaruh teknologi dan terakhir kurangnya kepercayaan kita
terhadap budaya-budaya kita yang katanya dorang itu terkesan norak, kampungan,
udik, ndeso dan GAK KEREN. Zannendattana (sayang sekali) kata orang Jepang,
budaya barat dan K-Pop yang kita anggap keren tersebut belum tentu keren di mata
dorang Korea sama Barat. BUKTINYA,
seperti yang dilasir Sindonews.com,
pada tahun 2012 saja turis asing yang ingin belajar dan mengetahui seperti apa
budaya Yogyakarta saja mencapai 197.751 wisatawan, WoW. Kota
yang menjadi tempat tinggalnya Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang Unggul
dan Islami itu. Betapa Awesome-nya
coba, itu saja baru Yogyakarta, belum
Indonesia-Nusantara yang jumlah budayanya bikin kita gak mood ngitungin pake jari.
So
Friend, mari kita benahi apa saja yang menjadi penyebab terkikisnya budaya
bangsa kita Indonesia ini. Seharusnya kita sebagai pelajar khusunya mahasiswa,
mampu menanggulangi apalagi menyelesaikan segala permasalahan bangsa. Teringat
jelas kata-kata Marx, si Marx berkata “Banyak pemikir (Mahasiwa) sibuk menafsirkan
Dunia dalam berbagai cara… , seharusnya tugas mereka bukanlah menafsirkan
dunia… tapi bagaimana caranya mereka mampu untuk MENGUBAH Dunia”.
–Agent of
Change--
Budaya Terkikis – Hati pun Teriris !
Yogyakarta, Jum’at, 6 Juni 2014
Tertampan
Pandi Ahmat aka. Gapin
Tidak ada komentar:
Posting Komentar